Total Tayangan Halaman

Minggu, 16 Oktober 2011

lahan kering yang terdapat di NTB


LAHAN KERING DI NTB "HARTA KARUN" YANG BELUM DIGALI1
Oleh : M. Rozi2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini kita melihat cuaca alam yang sering tidak menentu, dan seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia pada umumnya terdiri dari pulau-pulau yang terbagi menjadi beberapa bagian musim. Seperti di daerah bagian tengan dan timur Indonesia, kita ketahui bahwa cuaca yang terjadi sangat panas, dan curah hujannya juga sangat kecil. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali lahan-lahan kosong yang tidak di manpaatkan karena dalam keadaan kering, atau lahan seperti ini di sebut lahan kering.
Seperti pada khususnya di daerah NTB banyak sekali daerah yang terdapat lahan kering yang tidak termanfaatkan oleh petani. Hal ini terjadi karena seperti penjelasan awal tadi, yaitu curah hujan yang kecil sehingga menyebabkan ada daerah yang hanya mendapatkan hujan hanya beberapa kali saja dalam setahun. Walaupun pada dasarnya banyak juga daerah yang subur, tetapi dalam pembahasan karya tulis ini, penulis tidak membahas maslah tersebut.
Seperti yang tercatat di dalam data statistic, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB) yang luas wilayahnya mencapai 2,01 juta hektare, sekitar 84 persen atau sekitar 1,8 juta hektare merupakan lahan kering marginal yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Angka ini cukup besar yang perlu mendapatkan perhatian kita bersama, karena itu penulis berharap bisa dihasilkan inovasi-inovasi teknologi tepat guna di lahan marginal sebagai sumbangsih kita kepada pemerintah baik di dalam maupun di luar NTB yang sesuai ekosistemnya.
Persoalan lain berkaitan dengan lahan kering adalah topografi tanah yang tidak datar, lapisan olah tanah yang dangkal dan kurang subur, infrastruktur ekonomi yang terbatas, kondisi kelembagaan pertanian yang
1 Disampaikan pada Persentasi Tugas Akhir Bahasa Indonesia
2 Mahasiswa Akademei Teknik Industri Makassar (ATIM)
lemah, partisipasi pengusaha swasta yang masih rendah dan belum
memadainya penerapan teknologi.
Dengan melihat keadaan seperti yang penulis terangkan di atas, maka penulis ingin mencoba mengungkapkan dan menggali bagaimana solusi agar lahan kering di dawerah NTB dapat di manfaatkan dengan oftimal. Sehingga dengan itu penulis mencoba menggalinya melalui karya tulis yang penulis beri judul” Lahan Kering Di NTB "Harta Karun"
Yang Belum Digali”
1.2
Rumusan Masalah
Adapum yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya
tulis ini adalah :
1. Bagaimana keadaan geografis NTB dan seberapa besar lahan
kering yang belum di manfaatkan
2. Bagaimana permasalahan lahan kering di NTB
3. Bagaimana solusi yang dapat kita lakukan agar lahan kering
dapat di manfaatkan maxsimal
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin di capai oleh penulis dalam karya tulis
ini adalah :
1. Untuk mengetahui keadaan lahan kering di daerah NTB
2. Untuk mencari solusi agar daerah lahan kering dapat kita
manfaatkan secara maksimal
1.3.2
Manfaat dari penlitian
Adapun manfaat yang ingin di capai oleh penulis adalah :
1. Agar kita memahami cara mengatasi lahan kering di daerah
kita semua
2. Agar kita bisa memanfaatkan lahan kering yang kita miliki di
daerah kita masing-masing
1.4
Hipotesis
Dari latar belakang yang penulis sudah paparkan, penulis beranggapan sementara bahwa, lahan kering di NTB masih bisa di kembangkan dengan maksimal, karena melihat teknologi yang semakin canggih.
1.5
Metodologi
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode kepustakaan, yaitu penulis mencari landasan baik dari buku, majalah, Koran, maupun dari internet.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1Batasan dan Pengertian
Wilayah secara umum adalah unit geografis (ruang) yang dibatasi
oleh ciri-ciri tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal, serta sekaligus menjadi media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Menurut UU No 24/1992 tentang “Penataan Ruang”, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait padanya yang batas dan sistimnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional.
Pengembanganw ilayah adalah segala upaya perbaikan suatu atau beberapa jenis wilayah agar semua komponen yang ada di wilayah tersebut dapat berfungsi dan menjalankan kehidupan secara normal.
Pembangunan wilayah ditopang oleh empat pilar yaitu (1) sumberdaya
alam/fisik-lingkungan (2) sumberdaya buatan/ekonomi (3) sumberdaya
manusia, dan (4) sumberdaya sosial-kelembagaan.
Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa
penggenangan air dalam kurun waktu tertentu, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Menurut hasil rumusan Seminar Nasional Pengembangan Wilayah
Lahan Kering di Mataram bulan Mei 2002, wilayah lahan kering
mencakup : sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran,
perkebunan, hutan,semak, padang rumput, dan padang penggembalaan.
2.2 Kondisi Umum Wilayah Nusa Tenggara Barat
Letak geografis Propinsi NTB sangat strategis karena berada pada lintas perhubungan Banda Aceh Atambua dan jalur segitiga pengembangan pariwisata Bali-Komodo-Tanah Toraja. Kondisi letak geografis ini merupakan peluang besar untuk pengembangan pertanian dan pariwisata serta sektor lain di daerah ini.
Kondisi iklim yang ada di Propinsi NTB sangat beragam dari iklim tropika basah (C3) yang ada di sekitar daerah pegunungan Rinjani Pulau Lombok dan Puncak Ngengas, Uthan Pulau Sumbawa dengan ciri vegetasi hutan tropika basah, sampai ke kondisi iklim semi ringkai tropika (tropical semi arid) tipe iklim D3, D4, E3 dan E4 (Oldeman dkk., 1977) dengan vegetasi hutan iklim kering sampai stepa dan savana serta padang rumput yang merupakan penciri khas untuk iklim kering semiringkai tropika.
Kondisi geologi wialayah NTB merupakan formasi tersier terdiri atas formasi batuan volkan tua, batuan intrusi (granodiorit), dan batuan sedimen (napal, batualiat dan batukapur). Volkan tua terdiri atas augit andesit, porfirit dan augit-hornblende-andesit. Formasi ini umumnya dijumpai di bagian selatan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa memanjang dari barat ke timur.
Kondisi fisiografi dan bentuk wilayah NTB dibedakan dalam (a) daerah dataran, (b) volkan, (c) lipatan dan patahan, dan (d) angkatan. Daerah dataran terdiri atas dataran aluvial, aluvial-koluvial, aluvial-marin dan marin. Bentuk wilayah umumnya datar. Daerah volkan terdiri atas kerucut volkan yang masih utuh dan volkan yang sebagian telah tererosi. Daerah lipatan dan patahan penyebarannya paling luas di bagian selatan dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Daerah ini dibedakan dalam perbukitan lipatan dan pegunungan lipatan. Daerah angkatan berupa batukapur/karang yang terangkat membentuk perbukitan, dijumpai di sebelah utara Pulau Sumbawa bagian barat (Dessaunetes, 1977). Jika dirinci lebih mendalam sebagian besar wilayah NTB mempunyai topografi berbukit-bukit hingga bergunung. Berdasarkan bentuk wilayah dan lereng, daerah ini dapat dibedakan dalam 6 satuan yaitu (1) datar (7,2%), (2) datar-berombak (10,8%), berombak-bergelombang ((17,6%), dan bergelombang sampai berbukit dan gunung (63,4%) (Bappeda, 2002).
Kondisi geologi, fisiografi dan iklim menghasilkan tanah-tanah di propinsi NTB dapat diklasifikasikan menjadi 6 ordo dan diturunkan menjadi sekitar 10 sub-ordo dan 17 gret-group yaitu: Entisols (Ustifluvents. Ustipsamments, Tropopsamments,
Ustorhents,
Troporthents),
Inceptisols
(Ustropepts,

Tropaquepts, Halaquepts), Mollisols (Haplustolls), Vertisols (Haplusterts), Andisols (Hapludands dan Haplustands), dan Alfisols (Haplustalfs, dan Rhodustlafs) (Suwardji dan Priyono, 2004).
Dengan melihat ciri khas dan keragaman iklim,fisiografi, tanah dan vegetasi yang ada, serta kondisi sosial ekonomi masyrakakat yang cukup beragam di Propinsi NTB tidaklah berlebihan jika daerah ini merupakan pewakil yang reprensentatif untuk lokasi pengkajian dan pengembangan budidaya pertanian lahan kering semiringkai di Indonesia.
2.3
Potensi Dan Permasalahan Dalam Pengembangan Pertanian Lahan
Kering Di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Propinsi NTB mempunyai keunggulan komparatif berupa potensi wilayah lahan kering yang cukup luas (sekitar 1, 6 juta hektar) dan berpeluang besar dikembangkan untuk sektor kehutanan dan pertanian dalam airti luas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi pengembangan pertanian lahan kering di propinsi NTB yang cukup besar tersebut dibandingkan dengan pengembangan lahan sawah karena (1) sangat dimungkinkan pengembangan berbagai macam komoditas pertanian untuk keperluan eksport dengan luas dan kondisi agroekosistem yang cukup beragam, (2) dimungkinkan pengembangan pertanian terpadu antara ternak dan taman perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan, (3) membuka peluang kerja yang lebih besar dengan investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan membangun fasilitas irigasi untuk lahan sawah, dan (4) mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan sebagian besar penduduk yang saat ini tinggal di lahan kering (Suwardji dkk, 2002).
Walaupun potensi lahan kering NTB yang cukup besar, lahan kering yang ada memiliki ekosistem yang rapuh (fragile) dan mudah terdegradasi apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang tepat, topografi umumnya berbukit dan bergunung, ketersediaan air tanah yang terbatas, lapisan olah tanah dangkal, mudah tererosi, teknologi diadopsi dari teknologi lahan basah yang tidak
sesuai untuk lahan kering, infrastruktur tidak memadai, sumberdaya manusia rendah, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah sangat kurang dan partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan lahan kering terutama pihak swasta sangat kurang (Suwardji dan Tejowulan, 2003).
Sumberdaya air merupakan merupakan faktor pembatas utama dalam pengelolahan wilayah lahan kering. Jumlah sungai di wilayah lahan kering Propinsi NTB tahun 2001 sebanyak 155 buah. Kapasitas sungai tersebut dalam menyediakan air dari tahun ke tahun semakin menurun, terutama pada musim kemarau yang disebabkan oleh semakin berkurangnya hutan diwilayah tangkapan hujan di daerah hulu. (Anonim, 2003). Untuk Pulau Lombok Ketersediaan debit andalan hampir di semua daerah irigasi menurun Sumber mata air dari 711 titik menjadi 217 (tahun 2000) , Sudah meningkat sekarang 278 titik (2007).
Telah cukup banyak bukti bahwa sumber air untuk pengairan pertanian di beberapa kabupaten/ kota yang tercakup dalam wilayah lahan kering Propinsi NTB semakin berkurang . Prasarana irigasi, baik diam, embung maupun sumur pompa yang telah ada, masih diorientasikan penggunaannya untuk tanaman padi pada lahan sawah yang secara ekonomi kurang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sedang pengairan untuk lahan kering sangat terbatas . Beberapa fasilitas sumur pompa yang jumlahnya mencapai 400 unit yang secara nyata mempunyai kemampuan cukup besar untuk menyediakan air bagi pengembangan pertanian lahan kering, belum dapat dikelola dan dimanfaatkan secara baik .
Wilayah lahan kering Propinsi NTB merupakan wilayah beriklim semi- arid tropik yang dipengaruhi oleh musim penghujan dan musim kemarau . Curah hujan tahunan biasanya relatif tinggi dari 1000 – 2500 mm/tahun , namun hujannya berlang-sung pada beberapa bulan saja yaitu bulan Desember – Maret (4 bulan), sedang musim kemarau dari bulan April – Nopember (8 bulan) . Curah hujan tahunan biasanya relatif tinggi dari 1000 – 2500 mm/tahun , sehingga upaya konservasi air untuk menjamin keberhasilan pertanian di lahan kering merupakan suatu keharusan.
Namun di balik potensi tersebut, terdapat permasalahan yang masih belum terpecahkan. Yaitu di antaranya walaupun potensi lahan kering NTB yang cukup besar, lahan kering yang ada memiliki ekosistem yang rapuh (fragile) dan mudah terdegradasi apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang tepat, topografi umumnya berbukit dan bergunung, ketersediaan air tanah yang terbatas, lapisan olah tanah dangkal, mudah tererosi, teknologi diadopsi dari teknologi lahan basah yang tidak sesuai untuk lahan kering, infrastruktur tidak memadai, sumberdaya manusia rendah, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah sangat kurang dan partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan lahan kering terutama pihak swasta sangat kurang (Suwardji dan Tejowulan, 2003).
2.4
Pengaruh Teknologi Dalam Pengolahan Lahan Kering
Setelah kita membahas bagaimana keadaan dan permasalahan- permasalahn lahan kering di atas, maka selanjutnya penulis akan mencoba untuk membuka pikiran bagaimana olusi-solui yang bisa penulis ungkapkan agar permasalan tersebut dapat terselesaikan. Akan tetapi sebelum penulis membahas lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan melihat bagaimana pengaruh teknologi dalam pengolahan lahan kering itu.
Teknologi dalam pengolahn lahan kering, pada dasarnya sangat perperan penting dan dapat memberikan dampak perubahan yang baik, namun para petani pada umumnya lebih banyak menggunakan cara bertani yang tradisional dan masih primitif, yaitu bagaimana tata cara yang di ajarkan oleh nenek moyang mereka. Hal inilah yang bisa membuat pertanian di daerah NTB masih jauh dari keberhasilan, walaupun apabila kita melihat ada beberapa petani yang sudah memanfaatkan teknologi yang canggih, akan tetapi itu hanya sebagian kecilnya saja.
Teknologi dalam hal ini adalah mesin traktor yang di gunakan untuk
membajak lahan subur maupun lahan kering.
Dalam hal ini, hanya sebagian kecil
saja petani yang sudah menggunakan mesin traktor ini, dan yang sebagian besar yang lainnya tidak mau menggunakan mesin traktor karena mereka beranggapan bahwa manggunakan traktor lebih banyak menghabisakan biaya, selain itu petani juga sebenarnya berfikir logis, yaitu petani ada yang berfikir bahwa karena mesin traktor ini bisa menyebabkan lahan menjadi tidak terlalu subur, hal ini di karenakan bahwa pada saat pembajakan ada bahan kimia seperti bensin atau solar yang di gunakan dalam traktor terjatuh ke dalam lahan, sehingga bisa membuat lahan menjadi kurang subur. Sehingga dengan hal ini para petani beranggapan bahwa mereka akan merugi, padahal menurut hasil yang di dapatkan, mereka akan mendapatkan hasil yang lebih besar, namun krena para petani sudah terdoktrin untuk tidak menggunakan teknologi ini.
Akan tetapi ada sebuah teknologi yang sangat berguna bagi para petani dalam pengolahan lahan kering, yaitu mesinpenyedot air dari suangai yang akan di alirkan ke sawah-sawah dan ini sudah banyak petani yang mengunakannya. Mesin ini dinamakan mesin ”desel”. Dengan teknologi seperti ini, maka petani sudah biosa lebih ringan dalam mengolah lahan pertanian mereka.
2.5
Pengaruh Pemupukan Dalam Pertanian
Selanjutnya penulis akan membahas bagaimana pengaruh pemupukan
dalam pertanian?
Usaha meningkatkan produksi pertanian terutama tanaman padi tidak terlepas dari penggunaan pupuk anorganik sebagai salah satu faktor produksi yang sangat penting (Reijntjes et al., 1992). Pemerintah sejak periode 1969-1997 telah banyak menerapkan serangkaian kebijakan untuk mendorong penggunaan pupuk pada usahatani padi. Usaha tersebut menghantarkan Indonesia mampu mencapai swasembada pangan (beras) pada tahun 1984 (Sri Rochayati dan Sri Adiningsih, 2002). Namun demikian, penggunaan pupuk anorganik masih banyak dilakukan secara kurang tepat, baik dalam penentuan jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian

pupuk. Hal ini jelas memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap
keadaan fisik, kimia dan biologi tanah serta lingkungan secara keseluruhan.
Peningkatan produksi dengan hanya mengandalkan pemberian pupuk anorganik dengan pola tanam padi-padi-palawija yang terus menerus dan mengabaikan unsur-unsur hara yang terangkut oleh hasil panen dapat mengakibatkan menurunnya keseimbangan hara dalam tanah dan mempercepat pemerosotan kesuburan tanah. Jika keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama, maka akan terbentuk tanah kritis. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pengelolaan tanah yang tepat menjadi sangat penting agar kesuburan tanah dapat dilestarikan.
Namun pemupukan ini hanya bisa di lakukan pada tanah yang subur dan lahan basah, sedangkan di pulau Lombok sendiri sangat banyak lahan yang kering dan sangat membutuhkan pengolahan dan hal inilah yang akan poenulis bahas di dalam solusi pada pembahasan selanjutnya.
Adapun jenis pupuk yang di gunakan dalam pertania ini di bagi dua yaitu
pupuk organik dan an organik.
1. Pupuk organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuh tumbuhan, hewan, atau makhluk hidup laonnya. Yang pada pemakainya biasanya di sebut pupuk kompos.
2. Pupuk anorganik
pupuk anorganik merupakan pupuk yang berasal dari bukan
makhluk hidup seperti bahan-bahan kimia.

2.6
Solusi Untuk Mengatasi Lahan Kering
Adapun setelah penulis memberikan permasalahan-permasalan yang berkaitan dengan lahanm kering, maka pada pembahsan ini, penulis akan memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi lahan kering ini. Salah satu metode yang paling utama adalah dengan melakukan pertanian sistem ” Gogo
Rancah”.
Gogo rancah merupakan suatu sistem pertanian yang di lakukan pada
lahan kering dan hanya membutuhkan sedikit air dan tanaman yang di kembangkan adalah padi dan jagung. Adapun sistem gogo rancah yang di singkat GORA ini di kelola melalui beberapa tahap yaitu :
Pertama, Pembajakan lahan kering tanpa air yang di lakukan oleh petani
untuk mempermudah penyebaran benih padi pada saat penanaman.
Kedua, Benih padi langsung di tanam tanpa adanya penyiapan benih di
daerah lain. Benih padi ini di masukkan ke dalam lubang-lubang yang sudah di
siapkan sesuai jumlah biji ynag sudah di tentukan.
Ketiga, pemberian sejumlah air untuk penyiraman dan biasanya menunggu
air hujan yang datang, sehingga penanaman ini hanya akan berlangsung pada
musim hujan saja.
Keempat, setelah padi tumbuh di beri pupuk yang dilakukan dengan cara
penyiraman dengan air maupun langsung di taburi pada tanaman.
Kelima, melakukan pembersihan tanaman pengganggu seperti rumput-
rumput. Setelah itu petani menunggu padi untuk di panen.
Keenam, petani memanen hasil padi, meskipun hasil yang di dapat tidak
lebih banyak hasil penanaman pada lahan subur.
Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan masyarakat tani pada lahan kering ditentukan oleh tingkat pengelolaan faktor biofisik, sosio- ekonomi, teknologi dan komoditi yang dipilih. Pengendalian dan pengelolaan yang baik terhadap faktor-faktor tersebut di atas akan membawa kita pada suatu

kesempatan unntuk memperbaiki usahatani yang ada pada saat ini (Squires dan
Tow, 1991).
Selain dari sistem di atas, penulis juga memberikan paradigma yang lebih
kongkrit untuk pertanian lahan kering yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut.
Diperlukan pendekatan terpadu dalam pengembangan pertanian lahan kering
Diperlukan sekenario model pengembangan pertanian lahan kering yang
spesifik lokasi terintegrasi dengan berbagai sektor
Diperlukan pendekatan agribisnis
Perlunya perubahan kebijakan subsisten menjadi komersial
Orientasi produk primer menjadi sekunder
Peran masyarakat menjadi lebih besar
Meningkatkan daya saing produk pertanian lahan kering
Meningkatkan kesempatan kerja
Peningkatan peluang usaha di desa
Peningkatan pendapatan petani
Peningkatan PAD dan devisa negara

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari beberapa solusi diatas, maka sebuah wacana yang mengatakan bahwa ” Lahan Kering Di NTB Harta Karun Yang Belum Digali” akan dapat terwujud dan akan memberikan sebuah mimpi menjadi kenyataan.
Walaupun lahan kering mempunyai berbagai permasalahan baik biofisik maupun sosial ekonomi, namun atas dasar potensi wilayah dan kesiapan teknologinya, dan dalam rangka menyongsong pelaksanaan otonomi daerah, wilayah ini tampaknya dapat menjadi unggulan pembangunan propinsi NTB untuk dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memberdayakan lahan kering secara berkelanjutan, diperlukan perubahan paradigma kebijakan pemerintah dari tingkat nasional sampai ke daerah, teknologi berkelnjutan berbasis agribisnis, pemberdayaan masyarakat lokal, dan kemauan serta kebersamaan setiaps takeholder untuk menjadikan lahan kering lebih kompetitif. Disini diperlukan komitmen dari berbagai stakeholder baik pemerintah maupun dunia usaha secara luas untuk dapat mengembangkan pertanian lahan kering yang berbasis agribisnis dan berkelanjutan.
2. Saran
Petani, kepada para petani agar selalu berusaha menjadi yang terbaik dan
dapat mengembangkan hasil pertanian yang lebih baik.
Pemerintah, penulis menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan
dorongan motivasi kepada para petani dengan cara melakukan penyuluhan-
penyuluhan kepada para petani.
Pembaca, penulis menyarankan kepada para pembaca agar memperhatikan
daerah kita masing-masing agar lingkungan kita tetap terjaga sehingga tidak
terjadinya lahan kering.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik NTB. 1999. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik NTB.
Rahardjo, Sudarmadji ., 2007. Aquasorb / Hydrogel . Mataram
e-mail:dryland-unram@ plas a.com
, su w ar d ji0 3 @ telk o m. n et
Suwardji dan Tejowulan. 2003. Lahan Kritis dan Permasalahan Linkungan
Hidup. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Pengelolaan
Lahan Kritis Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Lembaga Penelitian
Universitas Muhammadiyah Mataram. 17 Desember 2003
http//www.google.com 15-12-2008 09:00 pm
http//www.google.com 20-12-2008 08:30 pm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar